INTERNALISASI NILAI-NILAI BAHASA PADA GURINDAM DUA BELAS FASAL PERTAMA SEBAGAI PEMERSATU BANGSA DALAM BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR



Pendahuluan

Manusia berinteraksi satu sama lain menggunakan bahasa. Melalui bahasa, manusia mampu melakukan pertukaran informasi dan gagasan. Penggunaan bahasa yang baik dan benar, mampu menyampaikan beragam informasi dan gagasan tanpa adanya pembiasan makna.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai agama, suku bangsa, dan bahasa. Kemajemukan ini juga disertai dengan banyaknya pulau-pulau yang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Untuk mempersatukannya, Indonesia memerlukan sarana yang tepat. Salah satu sarana tersebut adalah bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia tidak serta-merta terlahir begitu saja. Berawal dari Kitab Pengetahuan Bahasa yang merupakan karya Raja Ali Haji, terlahirlah bahasa Indonesia. Peristiwa resmi kelahiran bahasa Indonesia ini awal mulanya digaungkan  pada saat penyelenggaraan Konggres Pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928.

Hampir 94 tahun berlalu sejak Konggres Pemuda II, bahasa Indonesia telah menjadi alat pemersatu bangsa. Sayangnya, lamanya masa berlalu tidak disertai dengan konsistensi penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar oleh seluruh elemen bangsa. Bahkan, masih sering ditemukan kesalahan berbahasa dalam naskah resmi baik kesalahan dari segi ejaan maupun penulisan. Tentu, hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi pemerhati dan praktisi bahasa.

Kesalahan berbahasa dapat diidentifikasi apabila pemahaman berbahasa telah terbentuk. Berdasarkan hasil kajian, masih ditemukan kesalahan berbahasa dalam berbagai situasi resmi. Kesalahan ini perlu dianalisis lebih dalam agar segera ditemukan akar penyebabnya, dan kemudian dilakukan koreksi secara terus-menerus atas berbagai kesalahan berbahasa yang kerap terjadi secara berulang.

Rumusan masalah pada karya ilmiah ini adalah bagaimana internalisasi nilai-nilai bahasa pada Gurindam Dua Belas Fasal Pertama sebagai pemersatu bangsa dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Sedangkan tujuan dibuatnya karya ilmiah ini adalah untuk mendreskripsikan bagaimana internalisasi nilai-nilai bahasa pada Gurindam Dua Belas Fasal Pertama sebagai pemersatu bangsa dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Karya ilmiah ini mempunyai batasan pada Gurindam Dua Belas Fasal Pertama karya Raja Ali Haji. Adapun metode yang digunakan di dalam karya ilmiah ini adalah metode penelitian pustaka.

 

Pembahasan

Adalah Raja Ali Haji, seorang tokoh penting di dunia Melayu. Raja Ali Haji adalah nama pena dari Raja Ali al-Hajj ibni Raja Ahmad al-Hajj ibni Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng Celak alias Engku Haji Ali ibni Engku Haji Ahmad Riau. Raja Ali Haji terlahir pada tahun 1808 di Pulau Penyengat, sebuah pulau kecil yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau. Pengaruh pemikiran Raja Ali Haji dituangkan ke dalam berbagai karya sastra yang mempunyai kekuatan sebagai rujukan dalam tradisi penulisan klasik dan modern. Gurindam Dua Belas merupakan salah satu karya Raja Ali Haji yang ditulisnya saat berusia 38 tahun.

Barangsiapa tiada memegang agama

Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama

 

Barangsiapa mengenal yang empat

Maka ia itulah orang yang ma’rifat

 

Barangsiapa mengenal Allah

Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah

 

Barangsiapa mengenal diri

Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri

 

Barangsiapa mengenal dunia

Tahulah ia barang yang terperdaya

 

Barangsiapa mengenal akhirat

Tahulah ia dunia mudharat

Kalimat-kalimat di atas adalah Gurindam Dua Belas Fasal Pertama karya Raja Ali Haji. Gurindam Dua Belas Fasal Pertama berisi nasihat dan petunjuk hidup. Internalisasi nilai-nilai bahasa di dalam karya tersebut sangat beragam dan berguna dalam rangka mempersatukan bangsa dalam berbahasa Indonesia secara baik dan benar.

Pertama, hampir setiap baris Gurindam Dua Belas Fasal Pertama menggunakan kosakata berbahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan cikal bakal bahasa Indonesia. Penggunaan kosakata ini sangat memudahkan pemahaman bagi siapa saja yang membacanya. Pemahaman yang mudah ini menyebabkan pesan tersampaikan tanpa bias makna, sehingga tujuan pesan tersebut tercapai. Apalagi, bahasa Melayu dikenal sebagai bahasa yang tidak mengenal tingkatan seperti bahasa lainnya.

Kedua, Gurindam Dua Belas Fasal Pertama menggunakan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Pada baris kedua Gurindam Dua Belas Fasal Pertama yang berbunyi, sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama. Pada kalimat tersebut telah dicontohkan penggunaan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar, yaitu pada penulisan di- sebagai imbuhan. Penulisan di- tersebut telah dilakukan secara benar, yaitu dengan menggabungkannya pada kata berikutnya. Dalam hal ini, konfiks di-kan ditambah kata dasar bilang menjadi dibilangkan. Setiap kata dasar yang digabungkan baik dengan prefiks di- maupun konfiks di-kan tidak mengalami perubahan bentuk dan ditulis serangkai. Penulisan ini selayaknya harus diperhatikan hingga generasi sekarang. Sayangnya, kesalahan penulisan di- masih sering terjadi hingga kini. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua elemen bangsa Indonesia memahami penulisan di- secara baik dan benar. Kesalahan penulisan ini bisa menyebabkan perubahan makna, yang bisa menyebabkan maksud kalimat tidak tersampaikan dengan benar. Penulisan di- sebagai imbuhan, seharusnya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sedangkan penulisan di- sebagai kata depan, seharusnya ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.

Ketiga, pada Gurindam Dua Belas Fasal Pertama memiliki beberapa proses morfologis. Menurut Chaer (2008), proses morfologis ialah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan kata (dalam proses reduplikasi), dan penggabungan kata (dalam proses komposisi). Proses morfologis juga dapat didefinisikan sebagai cara tahap demi tahap yang terjadi pada morfem sebagai unit terkecil yang bermakna dalam pembentukan sebuah kata (Surono, 2015). Pada Gurindam Dua Belas Fasal Pertama memiliki beberapa proses morfologis yaitu pada kata pegang, kali, bilang, kenal, tegah, salah, daya. Perubahan bentuk pegang menjadi memegang, berasal dari prefiks me- ditambah kata dasar pegang. Perubahan bentuk kali menjadi sekali-kali, merupakan bentuk pengulangan kata dasar kali yang disertai prefiks se-. Perubahan bentuk bilang menjadi dibilangkan, berasal dari konfiks di-kan ditambah kata dasar bilang. Perubahan bentuk kenal menjadi mengenal, berasal dari prefiks me- ditambah kata dasar kenal. Perubahan bentuk tegah menjadi tegahnya, berasal dari sufiks -nya ditambah kata dasar tegah. Perubahan bentuk salah menjadi menyalah, berasal dari prefiks me- ditambah kata dasar salah. Perubahan bentuk daya menjadi terperdaya, berasal dari kombinasi prefiks ter- dan per- ditambah dengan kata dasar daya.

 

Penutup

Internalisasi nilai-nilai bahasa pada Gurindam Dua Belas Fasal Pertama sebagai pemersatu bangsa dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar meliputi beberapa aspek. Pertama, penggunakan kosakata berbahasa Melayu pada hampir setiap baris Gurindam  Dua Belas Fasal Pertama. Kedua, pada Gurindam Dua Belas Fasal Pertama menggunakan kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar, yaitu pada penggunaan di- sebagai imbuhan. Ketiga, pada Gurindam Dua Belas Fasal Pertama memiliki beberapa proses morfologis yaitu pada kata pegang, kali, bilang, kenal, tegah, salah, dan daya.

Jika pemikiran Raja Ali Haji yang tertuang dalam Gurindam Dua Belas Fasal Pertama diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, maka bangsa yang beradab dan beragama akan tercipta. Bangsa yang beradab dan beragama memiliki karakter dan komitmen yang baik terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Perpecahan merupakan hal yang buruk secara agama. Otomatis, hal ini akan dijauhi oleh setiap bangsa yang beradab.

Tingginya rasa nasionalisme dan patriotisme yang dimiliki oleh Raja Ali Haji dituliskan dalam berbagai karya. Karya inilah yang abadi dan menginspirasi hingga kini. Banyak generasi yang terlahir di era sekarang, masih menggunakan pemikiran Raja Ali Haji untuk semakin meneguhkan jati diri baik secara pribadi maupun secara kebangsaan. Itulah bukti nyata sumbangsih Raja Ali Haji dalam hal tulis-menulis dan berbahasa bagi persatuan bangsa.

Penulis berharap karya ilmiah ini berguna dalam meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Tetapi, penulis juga menyadari bahwa karya ilmiah ini hanya terbatas pada internalisasi nilai-nilai bahasa pada Gurindam Dua Belas Fasal Pertama. Penulis berharap, penulis selanjutnya akan membuat karya ilmiah dengan jangkauan kajian yang lebih luas.

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Husamah dan Santoso, Agus. 2010. Cerdas Memenangkan Lomba Karya Ilmiah. Yogyakarta: Interpre Book.

Surono. 2015. Morfologi Bahasa Indonesia. Semarang: FIB Undip.

www.rajaalihaji.com

0 Comments