Sang Waktu

Tadi, bersama teman saya, kami berkesempatan mengobrol dengan seorang kepala keluarga. Obrolan biasa saja untuk menghabiskan waktu menunggu bus jemputan yang belum datang. Tapi bagi saya obrolan biasa tersebut jadi luar biasa begitu mengetahui perjuangan bapak itu untuk memenuhi kewajibannya sebagai kepala keluarga. Bapak itu harus menembuh jarak lebih dari 125 KM PP. Pagi-pagi sekali harus berangkat dari rumah. Dan malam hari baru tiba kembali di rumah. Begitu rutinitas setiap hari.
Kenapa luar biasa? Biasa aja kali! Begitu mungkin kata teman-teman yang bekerja di Jakarta, yang notabene harus berangkat dari luar Jakarta. Atau teman-teman yang tinggal di suatu kota, tetapi harus menempuh jarak yang lumayan untuk bekerja. Yah, bagi saya luar biasa. Karena setidaknya saya sadar bahwa perjalanan rumah-kantor yang harus saya tempuh tidak ada apa-apanya dibanding yang harus beliau tempuh setiap harinya. Saya harus semakin bersyukur dengan keadaan yang ada. Rasanya jadi enteng melakoni rutinitas kerja yang (menurut saya) sangat jauh. Memang betul kata orang, bahwa salah satu cara agar bisa bersyukur itu dengan melihat keadaan di "bawah" kita. Sebaliknya jika selalu melihat ke "atas", yang ada pasti merasa kurang puas. Tidak bersyukur sama sekali. Eitt, tapi pengecualian dalam soal mencari pahala, tetap yang dilihat yang di "atas", agar motivasi itu selalu ada.
Salah satu cara bersyukur atas waktu yang masih disediakan oleh Sang Khalik yaitu dengan mengoptimalkannya. Bukan membuang waktu dengan hura-hura percuma. Setiap waktu adalah kebaikan, karena dunia hanya sebatas dermaga tempat kita sejenak singgah..

Mengingat waktu yang sangat cepat sekali berlalu, selayaknya saya isi dengan hal-hal yang bermanfaat. Bukan urusan dunia semata yang dikejar, tetapi juga bagaimana urusan akhirat juga terpenuhi. Ada keseimbangan dalam hidup ini. Dalam akuntansi saja jika tidak balance, maka pasti laporan neraca itu akan dipertanyakan bukan?
Kanal-kanal kebaikan harus diupayakan karena sang waktu yang terus berlalu. Tidak terbayangkan jika hidup tanpa bangunan kanal kebaikan sama sekali. Pasti sangat hampa! Bagaimana mengupayakannya jika didera kesibukan yang banyak? Yang paling sederhana adalah meniatkan segala kesibukan karena Allah SWT. Selanjutnya ya dengan melakoni hal-hal kecil yang bermanfaat. Misalnya menyiapkan sebuah susu UHT bagi anak jalanan. Saya yakin anak jalanan itu lebih bermanfaat jika diberi susu ketimbang memberi mereka uang. 
Lagi-lagi waktu! Rasanya baru tadi pagi saya menunggu bus karyawan di jalan dekat rumah. Sekarang saya harus segera menyelesaikan uneg-uneg ini. Tentu agar saya segera bisa istirahat karena esuk, kembali pagi. Menyiapkan sarapan sekeluarga dan aktivitaspagi lain yang harus dipungkaskan sebelum saya kembali harus menunggu bus karyawan. Pasti semua setuju jika saya mengatakan waktu cepat berlalu. Dan agama pun sudah mengingatkan mengenai sang waktu ini, ada lima perkara sebelum lima perkara. Pertama, waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu. Kedua, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Ketiga, waktu kayamu sebelum datang waktu fakirmu. Keempat, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu. Lalu yang kelima, hidupmu sebelum datang ajalmu..




2 Comments

  1. kita harus pintar memanfaatkan waktu, jangan sampai menyesal, apa lagi yang lima perkara itu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul. Lima perkara sebelum lima perkara:)

      Delete