Suatu pagi ketika saya mengantarkan anak saya ke sekolah, saya dihampiri oleh guru anak saya. Bu Guru pun menceritakan bagaimana perkembangan anak saya di sekolah dan apa-apa yang harus dilatih lebih keras ketika sedang berada di rumah. Salah satu hal yang harus dilatih oleh anak saya yaitu kemampuan motorik halus menulis. Dalam memegang pensil, anak saya masih sering tidak pas. Saya pun lantas melatihnya di rumah. Tetapi saya tidak "ngoyo" agar anak saya segera pandai memegang pensil dan bahkan pandai menulis. Saya percaya bahwa setiap anak mempunyai karakteristik kemampuan masing-masing. Anak saya memang belum (mudah-mudahan segera) pandai menulis, tetapi anak saya mempunyai kemampuan menghafal yang (menurut saya) patut disyukuri. Di kelas, meski ia tidak duduk manis dan berkonsentrasi, bahkan sering berbaring ataupun lasak ke sana ke sini, tapi setibanya di rumah ia bisa mengulang hafalan hadits, surat pendek, lagu, atau apa saja yang diajarkan di kelas.
Seperti yang dijelaskan pada buku Ayah Edy yang pernah saya baca beberapa waktu yang lalu bahwa setiap anak itu terlahir sesuai bibitnya. Ketika kita bisa mengenali bibit tersebut, maka seharusnya kita merawat dan memperlakukannya sebagaimana mestinya. Perlakuan yang salah tentu akan membuat bibit tersebut tidak berkembang dengan pesat. Contoh analogi pada bibit buah Klengkeng. Sudah seharusnya kita tidak membiarkannya untuk tumbuh dengan begitu saja tanpa memberinya air atau pupuk. Bahkan, untuk merangsangnya buahnya, kita perlu memberinya pupuk NPK.
Setiap anak adalah bibit unggul. Tinggal orang tuanya yang harus mengenali bibit apakah itu dan bagaimana harus memperlakukannya agar tumbuh kembangnya bisa optimal. Tidak benar jika ada yang menyebutkan bahwa seorang anak itu terbelakang, lamban ataupun bodoh. Galilah, pasti bibit unggul itu akan ketemu. Pun pada yang yang selalu memperoleh nilai matematika di bawah rata-rata, mungkin anak tersebut pandai berimajinasi sehingga nilai bahasa dan seninya begitu tinggi. Ia kelak akan hidup sesuai kemampuannya, percayalah! Tidak perlu memaksanya untuk mempunyai nilai sempurna di pelajaran eksakta jika kenyataannya ia berbakat di pelajaran sosial. Kelak mungkin dia tidak jadi dokter atau arsitek karena nilai matematikanya yang rendah. Tapi siapa sangka bahwa kelak ia akan menjadi seorang penulis ternama. Atau menjadi seorang penari, atlet dan profesi lain yang mengeliminasi kemampuan matematika.
4 Comments
Anak sy kelas 1SD. Beberapa hari lalu kami menerima hasil UTS-nya. Beberapa pelajaran dia mendpt nilai merah... Tapi alhamdulillah di tahfizh dan seni, dia mendapat nilai tinggi. Selama ini memang kami melihat kalo dia punya kelebihan di 2 bidang itu. Terima kasih sharingnya bu...
ReplyDeleteSama-sama, bu:)
Deleteiya mak. ga usah maksa. nanti dia kelihatan sendiri kok bakatnya. anak saya dua-duanya gitu. di kelas (TK A & TK B) ga mau ikut kegiatan. yg gede sukanya nggambaaar aja. yg kecil tiduuur aja. dua-duanya tukang ndlosor. yg gede di bwh meja guru, yg kecil ndlosor di bawah mejanya sendiri. kl saya amati, anak sy yg besar tdk tertarik pelajaran karena minatnya di bidang elektronika. ya mana ada TK yg pelajarannya elektronika. haha...
ReplyDeleteyg kecil tdk suka sekolah karena udah bisa baca tulis sejak di rumah. bosan kali dia ya? ya sudah, saya biarin aja. tapi saya komunikasikan dg guru di sekolah jadi biar tdk salah persepsi. alhamdulillaah gurunya bisa memahami.
Iya betul, mak. Ga ada TK yg spesialisasi elektronika. Anak sy tertariknya di otomotif, tapi belum nemu sekolahnya:)
Delete