"Masa sih, Bu?"
"Iya, kalau Ibu tidak percaya ya sudah. Saya hanya ngeman saja sama Ibu."
Saya pun hanya bisa terdiam.
Saya sering mendengar hal ini, bahwa seorang anak dihargai atau tidak tergantung siapa orang tuanya. Padahal, anak kan individu yang berbeda dengan orang tuanya. Tidak layak ia dihargai berdasarkan sikap maupun sifat orang tuanya. Tidak adil rasanya jika ia harus menanggung perbuatan tidak baik orang tuanya. Pun begitu, ketika menjadi orang tua, selayaknya kita juga berhati-hati dalam setiap tindakan dan sikap. Agar ketika budaya menghakimi anak seperti orang tuanya masih marak, anak kita tidak terkena dampaknya.
Seorang anak yang baik kadang harus menjadi bahan olok-olok karena sebab orang tuanya. Secara psikologis, hal ini tentunya mengganggu anak tersebut. Jika dalam pergaulan sehari-hari ia sering menjadi bahan olokan, hal ini akan membuatnya minder dan berkecil hati yang pada akhirnya membuatnya akan menarik diri dari pergaulan. Sempitnya pergaulan tentu akan membuat anak kurang bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya. Potensi anak yang tidak berkembang, tentu akan berpengaruh negatif untuk masa depannya.
Jika kita adalah salah seorang yang tidak sengaja menjadi orang yang suka menghakimi anak berdasarkan riwayat orang tuanya, sebaiknya kita harus menghentikan perilaku tersebut. Memulai dari diri kita pribadi adalah sesuatu yang bijak daripada sekadar mengingatkan orang tanpa ada keteladanan. Jika hal itu sulit, cobalah posisikan anak yang kita hakimi adalah diri kita ataupun anak kita sendiri. Berada di posisi yang dihakimi lambat laun akan membuat kita bersimpati pada anak tersebut sehingga kita akan selalu berhati-hati agar tidak kebablasan untuk menghakimi seorang anak berdasarkan riwayat orang tuanya.
Yuk, jaga perasaan anak-anak kita!
Seorang anak yang baik kadang harus menjadi bahan olok-olok karena sebab orang tuanya. Secara psikologis, hal ini tentunya mengganggu anak tersebut. Jika dalam pergaulan sehari-hari ia sering menjadi bahan olokan, hal ini akan membuatnya minder dan berkecil hati yang pada akhirnya membuatnya akan menarik diri dari pergaulan. Sempitnya pergaulan tentu akan membuat anak kurang bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya. Potensi anak yang tidak berkembang, tentu akan berpengaruh negatif untuk masa depannya.
Jika kita adalah salah seorang yang tidak sengaja menjadi orang yang suka menghakimi anak berdasarkan riwayat orang tuanya, sebaiknya kita harus menghentikan perilaku tersebut. Memulai dari diri kita pribadi adalah sesuatu yang bijak daripada sekadar mengingatkan orang tanpa ada keteladanan. Jika hal itu sulit, cobalah posisikan anak yang kita hakimi adalah diri kita ataupun anak kita sendiri. Berada di posisi yang dihakimi lambat laun akan membuat kita bersimpati pada anak tersebut sehingga kita akan selalu berhati-hati agar tidak kebablasan untuk menghakimi seorang anak berdasarkan riwayat orang tuanya.
Yuk, jaga perasaan anak-anak kita!
6 Comments
Setuju Mak, tidak adil rasanya menyamaratakan perilaku dan sifat anak dengan orang tuanya. Toh, mereka individu yang berbeda. Walau tidak menutup kemungkinan peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya tetap bisa berlaku karena orangtua adalah role model bagi semua anak. So parents, berikan contoh yang baik-baik saja yuk!! :)
ReplyDeletesiipp..ayuk mak:)
Deletesetuju, Mak :)
ReplyDeletetoss! :)
DeleteBetul mbak, tidak seharusnya karena orang tuanya "seperti ini" dan anaknya ikut-ikut seperti itu. Intinya jangan menilai buku dari sampulnya :)
ReplyDeleteBetul. Tidak semua sampul mencerminkan isi bukunya:)
Delete