Khitan Bersama Al-Quran


Sore itu, Fadhil tampak merenung di pembaringannya. Luka karena proses khitan nampaknya belum sembuh benar.
“Fadhil, melamunkan apa sayang? Apa masih sakit luka khitannya?” Tanya Ibu.
“Lukanya masih sedikit sakit, Bu. Makanya Fadhil belum berani banyak jalan. Fadhil melamunkan bagaimana caranya biar luka khitan ini lekas sembuh, Bu.” Jawab Fadhil.
“Sabar ya, sayang. Biar tidak terasa sakit, Fadhil harus mencari kesibukan meski di atas tempat tidur.” Kata Ibu lembut.
“Kesibukan seperti apa itu, Bu?” Tanya Fadhil.
“Kesibukan yang bisa Fadhil lakukan meski dari tempat tidur, nak. Contohnya Fadhil menyibukkan diri dengan membaca Al-Quran. Tapi, nak, membaca saja tidak cukup. Akan lebih bagus bila Fadhil mengerti artinya juga. Jadi insya Allah, liburan sekolah ini Fadhil akan memperoleh banyak manfaat nantinya.”  Jelas Ibu panjang lebar.
“Kok banyak manfaatnya, Bu?” Fadhil kembali bertanya.
“Iya, sayang. Liburan sekolah ini kamu dapat manfaat banyak. Diantaranya Fadhil sudah dikhitan. Kemudian sambil menunggu luka khitannya sembuh, Fadhil mengaji Al-Quran dapat pahala. Di samping itu, insya Allah Fadhil semakin cinta dan mengerti isi Al-Quran” Kata Ibu lagi.
“Iya, Bu. Fadhil mau. Tapi Fadhil minta syarat ya?” mata Fadhil tampak berbinar.
“Syarat apa itu, sayang?” Tanya Ibu.
“Biar tambah semangat, Fadhil mau mengaji dengan Syamil Quran. Itu lho, seperti punya Wildan.” Mohon Fadhil kepada Ibunya.
“Boleh, nak. Sore ini juga Ibu akan ke toko buku untuk membelinya. Fadhil tunggu sebentar ya.” Ibu tampak bersemangat.
“Asyiikkk! Bu, uangnya pakai yang di celengan Fadhil saja. Kebetulan Fadhil sudah lama menabung di celengan itu. Uang jajan dari Ibu, Bapak atau Eyang selalu Fadhil sisihkan untuk menabung. Celengannya ada di laci no 1, Bu. Kalau kunci celengannya ada di laci no 3.” Kata Fadhil antusias.
“Alhamdulillah.. Fadhil memang anak Ibu yang baik. Apalagi Fadhil juga suka menabung. Menabung itu adalah kebiasaan yang sangat berguna. Dari uang kita yang sedikit, pelan-pelan jika dikumpulkan akan menjadi banyak. Kalau sudah banyak, tentunya bisa untuk membeli barang apa saja yang bermanfaat. Ibu bangga padamu, sayang.”  Kata Ibu sembari menuju laci no 1 dan 3.
“Lho, kok lacinya terkunci, nak?” Ibu tampak kaget.
“Oh, iya, Bu. Duh, di mana ya kuncinya?” Ujar Fadhil agak panik.
“Coba Fadhil ingat lagi, taruh di mana kuncinya?” Tanya Ibu pendek.
Fadhil pun mencoba mengingat-ingat di mana dia menaruh kuncinya. Dia tampak serius sekali.
“O, iya! Fadhil kan selalu membuat check list di buku kecil! Mungkin Fadhil juga menyelipkan kunci di sampul buku kecil itu!” Teriak Fadhil girang.
“Di mana buku kecilnya, sayang?” Tanya Ibu ingin tahu.
“Ini, Bu. Buku ini pasti ada di dekat Fadhil. Nah, kan. Ini dia kuncinya terselip di sampul buku kecilku!” Fadhil tampak semakin girang.
“Alhamdulillah.. Kalau begitu, Ibu langsung buka celenganmu ya, nak. Habis itu, Ibu langsung ke toko buku.” Kata Ibu sambil meraih kunci laci dari tangan Fadhil.
Akhirnya sore itu Ibu pergi ke toko buku. Fadhil pun menantikan kepulangan Ibu dari toko buku dengan rasa tak sabar.

0 Comments