Rutinitas apapun kadang terasa menjemukan. Beban
kerja yang tidak sedikit seolah juga membuat diri ini untuk bersegera
mengajukan surat resign. Apalagi ditambah melihat kalender tahun ini, yang mana
tanggal merahnya paling dekat saat hari raya idul fitri. Wahh, rasa-rasanya
ingin tanggal merah setiap hari. Uppss..!
Hari minggu rasanya sebentar saja. Tiba-tiba
harus berjumpa dengan senin. Artinya berjumpa dengan (lagi-lagi) pekerjaan.
Maunya minggu terus. Liburan, jalan-jalan tapi uang segepok tiap bulan mengalir
ke rekening. Hah? Mana mungkiinn?
Ya, tidak ada yang gratis di dunia ini. Hidup
tidaklah bisa hanya dengan menengadahkan tangan. Hidup tak bisa hanya menunggu
jatah warisan. Semua harus bekerja, baik bekerja dengan orang lain maupun
menjalankan bisnis sendiri. Kalau bekerja dengan orang lain, sudah pasti waktu
dan aturan kerja ditentukan oleh orang lain. Hasilnya (gaji) juga merupakan
hasil negosiasi yang rutin akan diterima. Sedangkan apabila menjalankan bisnis
sendiri, waktu, aturan kerja dan pendapatan per bulan ditentukan oleh kita
sendiri. Justru karena semua serba bebas menurut kita inilah dibutuhkan
komitmen yang besar. Disiplin diri juga mutlak dijaga agar jumlah pendapatan
setara (syukur kalau lebih banyak) dengan yang bekerja kantoran. Jika kita
lengah, kita akan terlena pada kebebasan waktu yang kita miliki. Kita asyik
melakukan apa saja sekehendak kita. Hasilnya, kita akan kelabaan karena
ternyata banyak waktu kita yang telah terbuang sia-sia. Padahal, waktu tidak
bisa diputar ulang. Penyesalan selalu datang terlambat akibat keputusan yang
tergesa tanpa pertimbangan matangnya.
Jenuh dan bosan bekerja, barangkali karena kurang
motivasi. Butuh penyemangat dari hari ke hari. Melihat orang-orang yang kita
cintai ataupun melihat orang-orang yang mencintai kita, seringkali membuat kita
mampu untuk semangat lagi. Kita harus ada untuk mereka. Tanpa mereka, kita
lemah. Kita harus kuat untuk mereka. Kita harus merajut kembali benang-benang
semangat yang hampir terurai, demi mereka orang-orang tercinta. Siapa penyemangat itu? Salah satunya anak
kita. Selainnya ada pasangan, orang tua, kerabat, sahabat dan teman baik yang
selalu ada di sekeliling kita dan selalu member support untuk kita. Kok yang
mensupport saja? Iya, karena rupanya ada segolongan teman/kerabat yang setiap
berinteraksi dengan kita isinya jauh dari support. Perhatikanlah, justru
segolongan ini selalu menjatuhkan kita, senang memojokkan kita, mengungkit masa
lalu (negatif) kita, dll. Bertemu dengan
segolongan ini adalah hal yang sungguh tidak penting karena cukup menguras energi
yang kita miliki. Alih-alih kita semangat lagi, justru sebaliknya malah
meredupkan semangat dan motivasi itu.
Iya, bukan bermaksud pilih-pilih dalam pergaulan.
Tetapi demi orang-orang yang harus kita perjuangkan, kita butuh semangat lagi.
Kita butuh support positif agar kita selalu produktif.
4 Comments
semangat datang dari org terdekat yg selalu mencintai kita
ReplyDeleteBenar, mak^^
DeleteAku kalo lagi jenuh dan nggak pengen disemangatin biasanya 'me time' :) baca buku, nyalo atau ngapainlah sendirian. Hihihi
ReplyDeleteJadi refresh ya mak^^
Delete