Batik
adalah salah satu kekayaan nusantara, tetapi sayangnya di negara tetangga pun
batik juga dikenal sebagai kekayaan budaya negara tersebut. Tidak heran,
sekarang ada batik Bali, batik Pekalongan, batik Cirebon yang notabene asli
Indonesia, tetapi ada juga batik Malaysia. Sebagaimana batik yang beredar luas
di negara tetangga, di Indonesia pun beredar luas produk-produk tiruan. Produk
tersebut meliputi tas, buku, sepatu, kosmetik, vcd bajakan, dan masih banyak
produk lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Produk tiruan
tersebut beredar luas di Indonesia, bahkan turut menjadi bagian penggerak
denyut perekonomian di Indonesia. Bagaimana ini bisa terjadi? Kembali lagi ke
penerapan Undang-Undang tentang HKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan kesadaran
bahwa HKI yang dilindungi di Indonesia hanyalah HKI yang sudah didaftarkan.
HKI
terbagai menjadi dua bagian besar yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Menurut
UU RI No 19 Tahun 2002 pasal 1 butir 1, hak cipta adalah hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi
paten, desain industri, merek, indikasi geografis, desain tata letak sirkuit,
penanggulangan praktik persaingan curang, perlindungan varietas tanaman dan
rahasia dagang. Paten diatur dalam UU No 14 Tahun 2001 (Lembaran Negara RI
Tahun 2001 No 109). Desain industri diatur dalam UU No 31 Tahun 2000 (Lembaran
Negara RI Tahun 2000 No 243). Merek diatur dalam UU No 15 Tahun 2001 (Lembaran
Negara RI Tahun 2001 No 110). Indikasi geografis diatur dalam Peraturan
Pemerintah No 51 Tahun 2007. Desain tata letak sirkuit terpadu diatur dalam UU
No 32 Tahun 2000 (Lembaran Negara RI Tahun 2000 No 244). Penanggulangan praktik
persaingan curang diatur dalam UU No 51 Tahun 2001. Perlindungan varietas
tanaman diatur dalam UU No 29 Tahun 2000. Rahasia dagang diatur dalam UU No 30
Tahun 2000 (Lembaran Negara RI Tahun 2000 No 242).
Kreativitas
tidak berkembang karena kurangnya penghargaan. Segenap waktu, pemikiran, tenaga
dan biaya telah dikeluarkan untuk menciptakan kreativitas tertentu, tetapi
dalam sekejap mata kreativitas tersebut digandakan oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab. Proses penggandaan ini sangat mungkin dilakukan apabila
proses kreativitas tersebut belum didaftarkan sebagai bagian dari HKI di
Indonesia. Penggandaan yang tak bertanggungjawab ini akan mengurangi nilai
lebih (terutama secara materi) terhadap penggagasnya. Selain itu, bagi
pemerintah, maraknya produk tiruan juga bisa menurunkan jumlah penerimaan
negara melalui pajak. Hal ini karena
produk tiruan cenderung illegal sehingga dokumentasi perpajakannya bisa
dikatakan tidak ada. Kurangnya pemasukan negara melalui pajak akan berpengaruh
terhambatnya pelaksanaan program-program pemerintah baik pembangunan fisik maupun
non fisik.
Sosialisasi
UU tentang HKI secara menyeluruh baik melalui media cetak, elektronik maupun
bentuk sosialisasi lain dapat meningkatkan kasadaran masyarakat untuk
mendaftarkan segala kreativitasnya agar diakui sebagai HKI miliknya. Kemudahan
prosedur pendaftaran kreativitas sebagai HKI juga dapat mendukung animo
masyarakat untuk bergegas mendaftarkan kreativitasnya agar jangan sampai
digandakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kumpulan HKI
masyarakat yang terdaftar adalah keragaman HKI bangsa yang merupakan asset bangsa yang tak ternilai. HKI
bangsa yang menjadi ciri khas dan karakter bangsa tersebut, setelah dilindungi
Undang-Undang, diharapkan tidak ditiru bangsa lain sehingga akan terus melekat
menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Pelaksanaan
Undang-Undang tentang HKI memang perlu ditegaskan utamanya untuk memperbaiki
moral bangsa Indonesia itu sendiri. Pelanggaran terhadap HKI bisa juga
mencerminkan keburukan moral baik bagi pelaku pengganda maupun pemakai produk
tiruan tersebut. Pengganda maupun pemakai produk tiruan tersebut telah
melupakan ada HKI yang secara moral harus diakui dan dihargai sebagai karya
cipta yang asli. Bukan malah dengan sengaja menggandakan, menyebarluaskan,
memakai atau menjual produk tiruan tersebut. Sekilas, dari sisi harga memang
lebih murah membeli produk tiruan. Bahkan beberapa karya cipta dapat dengan
mudah didapatkan secara gratis melalui download
di internet. Akan tetapi, perlu dipikirkan juga dampak jangka panjang ke
depan jika budaya copy paste ini masih
dilanjutkan.
Kemandirian
sebuah bangsa dapat diawali dari proses kreatif yang dihargai. Masyarakat yang
mandiri tentulah akan menghasilkan swasembada aneka produk yang layak dikonsumsi
maupun dipromosikan, yang kelak akan memperkuat perekonomian bangsa Indonesia.
Ketahanan ekonomi yang kuat tentu saja akan berdampak pada kemandirian bangsa,
utamanya untuk mengembalikan seluruh pinjaman luar negeri dan penguatan mata
uang Rupiah. Dampak selanjutnya, ekonomi yang kuat juga akan melahirkan
stabilitas ketahanan bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia akan lebih
disegani dalam tatanan pergaulan dunia.
2 Comments
FYI mak, UU Paten sudah mau diubah mak, sudah masuk prolegnas tahun ini dan masa sidang depan akan segera masuk ke pembahasan tingkat I. RUU perubahannya usulan dari Pemerintah.
ReplyDeletesiipp..terima kasih update infonya mak:)
ReplyDelete