HKI yang Cidera (Pernah dimuat di Tanjungpinang Pos 17 Maret 2014)


Batik adalah salah satu kekayaan nusantara, tetapi sayangnya di negara tetangga pun batik juga dikenal sebagai kekayaan budaya negara tersebut. Tidak heran, sekarang ada batik Bali, batik Pekalongan, batik Cirebon yang notabene asli Indonesia, tetapi ada juga batik Malaysia. Sebagaimana batik yang beredar luas di negara tetangga, di Indonesia pun beredar luas produk-produk tiruan. Produk tersebut meliputi tas, buku, sepatu, kosmetik, vcd bajakan, dan masih banyak produk lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Produk tiruan tersebut beredar luas di Indonesia, bahkan turut menjadi bagian penggerak denyut perekonomian di Indonesia. Bagaimana ini bisa terjadi? Kembali lagi ke penerapan Undang-Undang tentang HKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan kesadaran bahwa HKI yang dilindungi di Indonesia hanyalah HKI yang sudah didaftarkan.
HKI terbagai menjadi dua bagian besar yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Menurut UU RI No 19 Tahun 2002 pasal 1 butir 1, hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi paten, desain industri, merek, indikasi geografis, desain tata letak sirkuit, penanggulangan praktik persaingan curang, perlindungan varietas tanaman dan rahasia dagang. Paten diatur dalam UU No 14 Tahun 2001 (Lembaran Negara RI Tahun 2001 No 109). Desain industri diatur dalam UU No 31 Tahun 2000 (Lembaran Negara RI Tahun 2000 No 243). Merek diatur dalam UU No 15 Tahun 2001 (Lembaran Negara RI Tahun 2001 No 110). Indikasi geografis diatur dalam Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2007. Desain tata letak sirkuit terpadu diatur dalam UU No 32 Tahun 2000 (Lembaran Negara RI Tahun 2000 No 244). Penanggulangan praktik persaingan curang diatur dalam UU No 51 Tahun 2001. Perlindungan varietas tanaman diatur dalam UU No 29 Tahun 2000. Rahasia dagang diatur dalam UU No 30 Tahun 2000 (Lembaran Negara RI Tahun 2000 No 242).
Kreativitas tidak berkembang karena kurangnya penghargaan. Segenap waktu, pemikiran, tenaga dan biaya telah dikeluarkan untuk menciptakan kreativitas tertentu, tetapi dalam sekejap mata kreativitas tersebut digandakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Proses penggandaan ini sangat mungkin dilakukan apabila proses kreativitas tersebut belum didaftarkan sebagai bagian dari HKI di Indonesia. Penggandaan yang tak bertanggungjawab ini akan mengurangi nilai lebih (terutama secara materi) terhadap penggagasnya. Selain itu, bagi pemerintah, maraknya produk tiruan juga bisa menurunkan jumlah penerimaan negara melalui pajak.  Hal ini karena produk tiruan cenderung illegal sehingga dokumentasi perpajakannya bisa dikatakan tidak ada. Kurangnya pemasukan negara melalui pajak akan berpengaruh terhambatnya pelaksanaan program-program pemerintah baik pembangunan fisik maupun non fisik.
Sosialisasi UU tentang HKI secara menyeluruh baik melalui media cetak, elektronik maupun bentuk sosialisasi lain dapat meningkatkan kasadaran masyarakat untuk mendaftarkan segala kreativitasnya agar diakui sebagai HKI miliknya. Kemudahan prosedur pendaftaran kreativitas sebagai HKI juga dapat mendukung animo masyarakat untuk bergegas mendaftarkan kreativitasnya agar jangan sampai digandakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kumpulan HKI masyarakat yang terdaftar adalah keragaman HKI bangsa yang merupakan asset bangsa yang tak ternilai. HKI bangsa yang menjadi ciri khas dan karakter bangsa tersebut, setelah dilindungi Undang-Undang, diharapkan tidak ditiru bangsa lain sehingga akan terus melekat menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Pelaksanaan Undang-Undang tentang HKI memang perlu ditegaskan utamanya untuk memperbaiki moral bangsa Indonesia itu sendiri. Pelanggaran terhadap HKI bisa juga mencerminkan keburukan moral baik bagi pelaku pengganda maupun pemakai produk tiruan tersebut. Pengganda maupun pemakai produk tiruan tersebut telah melupakan ada HKI yang secara moral harus diakui dan dihargai sebagai karya cipta yang asli. Bukan malah dengan sengaja menggandakan, menyebarluaskan, memakai atau menjual produk tiruan tersebut. Sekilas, dari sisi harga memang lebih murah membeli produk tiruan. Bahkan beberapa karya cipta dapat dengan mudah didapatkan secara gratis melalui download di internet. Akan tetapi, perlu dipikirkan juga dampak jangka panjang ke depan jika budaya copy paste ini masih dilanjutkan.
Kemandirian sebuah bangsa dapat diawali dari proses kreatif yang dihargai. Masyarakat yang mandiri tentulah akan menghasilkan swasembada aneka produk yang layak dikonsumsi maupun dipromosikan, yang kelak akan memperkuat perekonomian bangsa Indonesia. Ketahanan ekonomi yang kuat tentu saja akan berdampak pada kemandirian bangsa, utamanya untuk mengembalikan seluruh pinjaman luar negeri dan penguatan mata uang Rupiah. Dampak selanjutnya, ekonomi yang kuat juga akan melahirkan stabilitas ketahanan bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia akan lebih disegani dalam tatanan pergaulan dunia.

2 Comments

  1. FYI mak, UU Paten sudah mau diubah mak, sudah masuk prolegnas tahun ini dan masa sidang depan akan segera masuk ke pembahasan tingkat I. RUU perubahannya usulan dari Pemerintah.

    ReplyDelete
  2. siipp..terima kasih update infonya mak:)

    ReplyDelete