Beberapa kali
saya bertemu dengan marketing produk keuangan. Tentu saja, mereka memprospek
saya. Berbagai tawaran mulai dari hadiah produk elektronik, furniture, sampai cashback ditawarkannya. Tetapi saya tidak bergeming. Saya sama
sekali belum tertarik dengan iming-iming mereka karena menurut perhitungan
saya, masih jauh di bawah uang yang seharusnya saya terima. Bisa jadi, karena
saya sudah menerapkan ilmu berjualan baik itu jualan tiket maupun produk MLM,
oleh karenanya saya tidak langsung mengiyakan tawarannya.
Begini
ceritanya, seorang marketing produk keuangan menawari saya produknya. Saya
pelajari narasi yang disodorkannya sekaligus saya dengarkan ia presentasi. Di
situ tertulis bahwa saya setiap bulan harus menyetor sejumlah dana dan boleh
mengambilnya selama rentang waktu tertentu. Sebagai imbalannya, saya diberi reward sejumlah uang yang langsung akan
ditransfer pada hitungan tahun tertentu setelah dana saya mengendap. Melihat
nominal reward-nya memang awalnya
membuat saya tertarik. Ups, untungnya saya seorang yang nyambi jualan. Lantas saya berpikir, andai sejumlah dana yang wajib
saya setorkan tersebut saya pakai sendiri buat berjualan, tentu hasilnya lebih
banyak dari reward yang akan
diberikan nun jauh beberapa tahun mendatang. Belum lagi bicara soal inflasi.
Andai terjadi inflasi, tentu nilai uang akan turun. Jumlah reward yang sepertinya lumayan tadi menjadi tidak berarti karena
kurang lagi berdaya beli. Kok bisa?
Bila inflasi
terjadi sudah tidak asing lagi akan menurunkan daya beli. Katakanlah reward yang saya sebut di atas berupa
uang cash dua belas juta. Angka
tersebut besar untuk ukuran sekarang. Cukuplah untuk membeli sebuah motor atau
uang pangkal sekolah favorit. Tapi, uang sebanyak itu masihkah cukup untuk membeli
sebuah motor atau uang pangkal sekolah favorit pada saat dibayarkan nanti? Bisa
jadi tidak cukup lagi. Ya, nominalnya sama. Tetapi daya belinya yang berbeda.
Bicara daya
beli, sepertinya dari hari ke hari cenderung menurun. Memang nominal yang saya pegang
bertambah, gaji naik, tetapi ternyata di pasar daya belinya tidak sebanyak
dahulu ketika saya hanya memegang sedikit uang. Jadi, tidak bisa ditawar lagi,
untuk memperbaikinya, saya tidak boleh malas duduk berongkang kaki dan menerima
reward seperti ilustrasi tadi. Saya
harus jualan, memutar uang untuk mempertahankan daya beli dan bahkan
menyisihkannya untuk investasi yang kelak pasti bermanfaat baik dunia maupun
akhirat.
8 Comments
Hehehe sama mak. Tp levelnya beda. Kalau aku dah ga pemburu gratisan yg ada di kemasan itu loooh. Habis py anak dua, kudu beli dua biar ga berantem. Trus habis itu barangnya cuma menuh2in lemari ga jelas =D smg lancar terus laju uangnya
ReplyDeletehidup pilihan, jadi terserah ya kita yang pilih
ReplyDeletehehehe..iya mak, hadiah itu trik marketing:)
ReplyDelete@mak hana: yup, betul mak:) masing2 punya pilihan hidup sendiri untuk diceritakan:)
ReplyDeletejualan memang lebih enak ya, mbak. apalagi keuntungannya pasti.
ReplyDeleteiya mbak..hihihi.. tp ya ga bisa leha2..:)
ReplyDeletenah, saya paling males kalau ada orang yang nawarin produk keuangannya melalui telpon. Karena menurut syaa yang namanya keuangan gak bs diputuskan hanya dengan telpon hehe
ReplyDeletebetul mak.. sudahlah nelponnya lama eh pake mau direkam buat bukti tanda persetujuan lagi..hehe.. Trima kasih atas kunjungannya mak:)
ReplyDelete