Malu
merupakan sifat dasar yang melekat pada setiap manusia. Namun, tergantung
individu masing-masing apakah akan mengasah sifat malu tersebut pada hal-hal
yang tidak semestinya, ataukah membiarkannya terpupus oleh egoisme diri.
Malu jika pada tempatnya merupakan
filter diri dari hal-hal yang tidak baik. Misalnya malu pada saat hidup
konsumtif. Sisi hedonisme yang kian kental di masyarakat akhir-akhir ini seolah
mewajibkan setiap orang untuk hidup konsumtif agar menaikkan prestise dalam
kancah pergaulan. Gaya hidup konsumtif tersebut bagi yang mampu bisa langsung
terpenuhi. Tetapi, bagi yang tidak mampu, pemenuhannya kadang melalui jalur
kredit. Jalur kredit yang ditempuh inilah yang bisa menyebabkan kelesuan
ekonomi jika dilihat secara global. Anehnya, seolah semua pihak malah
mempropagandakan gaya hidup konsumtif secara kredit. Aneka hadiah dan kemudahan
ditawarkan untuk meng-goal-kan akad
kredit barang-barang konsumtif tersebut. Contohnya membeli motor, mobil, handphone jika dilakukan secara kredit akan
berhadiah cash back. Dalam akuntansi,
barang-barang konsumtif mempunyai nilai depresiasi yang tinggi sehingga nilai
bukunya mudah menurun tajam. Jika barang nilainya sudah menurun tajam, maka
barang tersebut akan lebih cepat menjadi rongsok. Kalaupun cara perolehannya
secara tunai, tetap saja terkandung kerugian penurunan nilai di dalamnya.
Apalagi jika cara perolehan tersebut secara kredit, tentu kerugian penurunan
nilainya terasa lebih besar. Ibarat barang belum lunas kreditnya, tetapi sudah
menjadi rongsok, tidak laku dijual.
Alangkah bagusnya apabila rasa malu
bergaya hidup konsumtif itu dipupuk terus-menerus hingga menjadi gaya hidup
sederhana. Gaya hidup seherhana ini disamping menguntungkan diri-sendiri juga dapat
menguntungkan ekonomi negara secara makro. Keuntungan diri-sendiri yang
diperoleh yaitu adanya penghematan pengeluaran yang dapat dialokasikan ke pos
investasi. Investasi ini kelak akan tumbuh nilainya bahkan sebagian investasi
bisa menambah income. Keuntungan
lainnya jika bergaya hidup sederhana yaitu akan menguatkan ketahanan diri dalam
menghadapi tekanan ekonomi. Walaupun kelesuan ekonomi terjadi, tetapi tetap
mampu dilalui dengan lapang hati. Jika ekonomi telah stabil, maka saving akan mudah ditingkatkan. Secara
makro, gaya hidup sederhana ini akan menghemat neraca perdangangan negara karena
nantinya ekspor akan lebih besar daripada impor.
2 Comments
betol3 mak..konsumtif krn hanya ingin prestise di lingkungan ya malah merugikan...tp tentang kredit klu mmg barang dikredit itu dibutuhkan tp krn mmg uangnya blm cukup atau lama terkumpul ga apa jg mak...misal motor yg dibutuhkan untuk kerja,antar anak skul dll... krn klu nabung untuk beli motor tunai yg harganya sampe 14 jt kan lamaa mak hehehe...tp klu barangnya ga dibutuhkan spt kredit berlian yg jg marak di kalangan ibu2 arisan sy jg tak mau mak...hehehe
ReplyDeleteiya mak... klo kebutuhan boleh-boleh saja mak:)
ReplyDelete